Hukum Uang Istri Yang Bekerja
Adab suami kepada istri
Islam memang melarang keras istri yang membangkang pada suami. Hal ini diterangkan dalam surat An-Nisa ayat 34, pembangkangan istri kepada suami dalam Islam disebut dengan Nusyuz.
Apabila istri membangkang pada suami, maka hukum suami membentak istri dalam Islam diperbolehkan. Kondisi ini sebagai bentuk konsekuensi atas tindakan yang salah.
آداب الرجل مع زوجته: حسن العشرة، ولطافة الكلمة، وإظهار المودة، والبسط في الخلوة، والتغافل عن الزلة وإقالة العثرة، وصيانة عرضها، وقلة مجادلتها، وبذل المؤونة بلا بخل لها، وإكرام أهلها، ودوام الوعد الجميل، وشدة الغيرة عليها
"Adab suami Kepada istri ada 12; yakni Bergaul (menggauli istri) dengan baik, bertutur kata yang lembut, menunjukan cinta kasih (suami kepada istri), bersikap lapang (sabar) ketika sendirian, tidak selalu menjadikan istri sebagai tertuduh, memaafkan istri, menjaga harta istri, tidak sering berdebat dengan istri, memberi Nafkah yang pantas, memuliakan keluarga istri, Berjanji dengan baik dan menepatinya, menunjukan Gairah kepada istri."
Apabila dalam hubungan rumah tangga, suami dan istri memahami peran dan kewajibannya masing-masing. Maka akan tercipta keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah.
Nah, Ma itulah hukum suami membentak istri dalam Islam. Semoga informasi ini bisa membantu Papa dam Mama dalam menjalani kehidupan rumah tangga ya.
Setelah pernikahan sah di mata hukum, maka terjadilah percampuran harta antara suami dan istri. Namun bagaimana bila salah satu pihak utang tanpa memberitahu pasangan?
Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate yang dikirim ke email: [email protected] dan di-cc ke [email protected] :
Hi detik advocate'sPertama kenalkan saya D dan status saya adalah suami dari S.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya istri saya memiliki utang dengan temannya dari sebelum menikah dengan saya. Tetapi saya memang tahu bahwa istri saya memiliki utang dengan temannya.
Tetapi sudah 2 tahun belakang ini, teman istri saya menagih sisa utangnya melalui saya dan tidak pernah saya respon karena sudah direspon oleh istri saya. Karena Covid-19 keadaan keuangan keluarga kami memang sedikit kacau, jadi istri saya mencicil sisa pembayaran utangnya.
Tetapi pihak kreditur tidak mau pembayarannya dicicil dan terus mengirimkan saya pesan seakan akan saya yang meminjam bahkan mengancam ingin ke tempat kerja saya bersama dengan istri dan melaporkan ke polisi jika tidak melunasinya.
Tidak ada bukti apapun bahwa saya akan bertanggung jawab dengan utang istri saya
Yang jadi pertanyaan. Apakah bisa saya jadi bersalah hanya karena status saya suami?Dan saya merasa terganggu dengan WhatsAppnya, apa yang harus saya lakukan?
Untuk menjawab masalah di atas, tim detik's Advocate meminta pendapat hukum advokat Achmad Zulfikar Fauzi.S.,H. Jawaban lengkapnya bisa dibaca di halaman selanjutnya:
Simak juga 'Tengah Malam Dapat Spam Penawaran Kartu Kredit Dll, Bisakah Dipidanakan?':
[Gambas:Video 20detik]
1. Pada dasarnya, istri dapat melakukan perbuatan hukum tanpa persetujuan dari suami. Hal ini terdapat dalam Pasal 31 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”):
Pasal 31 UU Perkawinan
(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Oleh karena itu, istri berhak untuk mengikatkan dirinya dalam suatu hubungan hukum (dalam hal ini, hubungan kerja) dengan perusahaan tempatnya bekerja tanpa persetujuan dari suami. Sehingga, secara hukum suami tidak berhak meminta pada perusahaan tempat istrinya bekerja untuk tidak mempekerjakan istrinya lagi.
Selain itu, ini didasarkan pula pada prinsip bahwa hubungan kerja itu sendiri terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja (Pasal 50 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Sehingga sebagaimana pada perjanjian pada umumnya, yang dapat mengakhiri perjanjian adalah para pihak dalam perjanjian dengan persetujuan keduanya (Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 55 UU Ketenagakerjaan).
Selain itu, dapat dilihat pula dari Pasal 151 dan Pasal 162 UU Ketenagakerjaan bahwa yang dapat mengakhiri hubungan kerja adalah perusahaan dan pekerja itu sendiri (dengan kesepakatan keduanya).
Pada sisi lain, dalam hal ini istri maupun suami perlu mengingat kembali bahwa pada dasarnya perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal (Pasal 1 UU Perkawinan). Suami dan istri mempunyai kewajiban untuk saling menghormati (Pasal 33 UU Perkawinan). Adalah kewajiban suami untuk melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumahtangga sesuai dengan kemampuannya, serta isteri wajib mengatur urusan rumahtangga sebaik-baiknya (Pasal 34 UU Perkawinan).
Berdasarkan hal-hal tersebut, walaupun secara hukum kedudukan suami dan istri sama dan keduanya berwenang untuk melakukan perbuatan hukum, akan tetapi akan lebih baik jika suami dan istri membicarakan secara baik-baik perihal apakah lebih baik istri bekerja atau tidak. Ini sekaligus untuk mempertimbangkan apakah dengan bekerjanya si istri, istri dapat tetap melaksanakan kewajibannya mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya, serta bersama suami membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
2. Sebagaimana dijelaskan dalam artikel Hak Asuh Ketika Ibunya Bersuami Lagi?, hukum mewajibkan orang tua (ayah dan ibu) untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak. Orang tua berkewajiban pula untuk menumbuhkembangkan anak sesuai bakat dan kemampuannya. Kalau terjadi perceraian antara orang tua, kewajiban untuk mengasuh dan menumbuhkembangkan anak tidak hilang dengan sendirinya. Dalam Pasal 41 huruf a UU Perkawinan, baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak.
Dalam UU Perkawinan sendiri tidak ditentukan siapa yang akan memperoleh hak asuh anak dalam hal terjadi perceraian. Pasal 41 huruf a UU Perkawinan memberikan kewenangan kepada pengadilan untuk memberikan keputusan dalam hal terjadi perselisihan atas hak asuk anak-anak.
Pasal 41 huruf a UU Perkawinan
“Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, sematamata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya”
Akan tetapi, pada umumnya hak asuh atas anak di bawah umur diberikan kepada istri. Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel yang berjudul Suami Tidak Berikan Nafkah 8 Tahun, Bisakah Menggugat Cerai?, perihal siapa yang berhak mengasuh, berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 239 K/Sip/1968 dalam perkara: Tjiioe Tiang Hin melawan Kwee Poey Tjoe Nio, dinyatakan,
“Dalam hal terjadi perceraian, anak-anak yang masih kecil dan membutuhkan kasih sayang dan perawatan ibu, perwaliannya patut diserahkan kepada ibunya.”
Apabila agama istri dan suami adalah Islam, maka berdasarkan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) anak yang belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya. Setelah anak tersebut berusia 12 tahun maka dia diberikan kebebasan memilih untuk diasuh oleh ayah atau ibunya. Dalam Pasal 105 KHI dikatakan pula bahwa dalam hal terjadi perceraian, biaya pemeliharaan anak ditanggung oleh suami.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
3. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
4. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
SECARA hukum asal, syariah melarang seseorang bekerja di bidang yang mengandung unsur kemaksiatan atau pelanggaran atas hukum Allah, seperti melibatkan minuman keras, judi, riba, penipuan, perzinaan/prostitusi, pornografi, dan sebagainya.
Hal ini disandarkan kepada dalil hadits:
“Allah telah melaknat khamar dan melaknat peminumnya, orang yang menuangkannya, pemerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, pembelinya, pembawanya, yang dibawakan kepadanya, dan pemakan hasilnya,” (HR. Ahmad).
BACA JUGA: Wanita Bekerja, Apa Hukumnya dalam Islam?
Maka orang yang berkerja di tempat yang menjual khamer dan barang haram lainnya pastinya tidak terlepas dari interaksi dengannya, seperti menjaganya, memasukkanya dalam daftar, menatanya, melayani pembelinya, menerima pembayaran dari pembelinya, membawakannya, memasukkanya ke dalam plastik dan selainnya. Oleh karena itu, seorang muslim tidak boleh bekerja di tempat seperti itu karena termasuk tempat maksiat dan adanya tolong menolong dalam perbuatan dosa dan kemaksiatan.
Allah ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kalian tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran,” (QS. Al-Maaidah : 2).
Al Qurtubi rahimahullah berkata, “Setiap orang yang hadir di tempat maksiat, sementara dia tidak mengingkarinya, maka dosa dia dengan mereka sama.”
Apakah hotel masuk kategori tempat maksiat?
Secara hukum asal pekerjaan apapun asalkan halal maka hukumnya boleh. Dan hotel masuk kedalam keumuman pekerjaan yang halal tersebut. Ia adalah bentuk usaha yang menjual jasa penginapan dan yang terkait dengan hal tersebut, dan semua itu ma’fum dihalalkan dalam syariat. Sehingga bekerja di dalamnya tentu saja halal.
Lalu bagaimana bila ada pelanggaran berupa dijualnya minuman keras, makanan haram atau maksiat lainnya ini adalah hukum khusus. Apakah haram bekerja hotel di hotel tersebut?
Hukumnya terklasifikasi menjadi beberapa bagian hukum berikut ini:
1. Seseorang terlibat yang bekerja dihotel tersebut dan terlibat dalam pengadaan dan penyajian barang haram yang dimaksud, maka ulama sepakat pekerjaannya haram.
2. Seseorang yang mengetahui adanya praktek keharaman di hotel tersebut dan mengingkarinya baik secara perbuatan, ucapan atau sekedar membenci dalam hati, maka ulama khilaf, sebagian tetap bersikukuh haram, sedangkan ulama lainnya berpendapat boleh dengan kemakruhan, yakni tetap menyarankan agar berupaya mencari pekerjaan lain.
BACA JUGA: Jika Suami Tidak Izinkan Istrinya Bekerja, Apakah Jadi Tugasnya Beri Uang Belanja Kebutuhan Istri?
3. Seseorang yang tidak mengetahui adanya praktek keharaman di tempat ia bekerja, secara umum ia mengetahui bahwa semuanya baik, kemaksiatan yang ada hanya desas-desus dan info yang tidak pasti, maka bekerja di dalamnya halal menurut jumhur ulama.
Semoga kita terhindar dari keharaman. Hal yang sudah banyak dilalaikan oleh kebanyakan orang di akhir zaman. Sebagaimana yang diisyaratkan Nabi shalallahu’alaihi wassalam :
“Akan datang kepada manusia suatu zaman (ketika itu) seorang tidak lagi peduli dengan apa yang dia dapatkan, apakah dari yang halal atau haram,” (HR. Bukhari). Wallahu a’lam. []
SUMBER: KONSULTASI ISLAM
Assalamualaikum Ustadz, saya mau bertanya, kebetulan saya mempunyai usaha perdagangan, dan kebetulan mempunyai seorang pelanggan yang termasuk pembeli yang paling banyak belanja ditempat saya. Tetapi belakangan menurut berita yang beredar, baru saya ketahui kalau beliau adalah pengusaha yang memperoleh penghasilan dari usaha/pekerjaan yang haram,, Pertanyaan saya adalah apabila pelanggan tersebut belanja di tempat saya menggunakan uang yang diperoleh dari pekerjaan/usaha yang haram, yang mana uang tersebut adalah uang haram, apakah uang tersebut hukumnya haram bagi saya, padahal uang tersebut untuk pembayaran barang yang saya jual? Terimakasih. Wa alaikumus salam wr wb. Para ulama berbeda pendapat pendapat tentang status menerima unag haram yang memang sudah diapstikan keharamannya. Yang dimaksud sudah dipastikan keharamannya adalah bahwa uang tersebut didapat dari cara yang tidak halal. Misalnya menerima uang hasil curian yang memang kita tahu secara pasti bahwa uang itu hasil curian. Sedangkan jika baru sebatas dugaan atau rumor, statusnya belum jelas. Karena belum jelas, fiqh menghukuminya secara zahir, bahwa uang itu adalah uang bersih atau bukan didapatkan dari cara yang haram. Mengenai uang yang sudah dipastikan keharamannya, para Ulama berbeda pendapat;
ApakabarOnline.com – Doa adalah komunikasi terbaik yang dilakukan seorang hamba kepada TuhanNya. Doa bisa dilakukan kapan dan dimana saja. Bahkan sejak kecil kita sudah diajari untuk senantiasa berdoa sebelum melakukan aktivitas.
Ada doa sebelum makan, sesudah makan, doa sebelum tidur dan setelah bangun tidur, bahkan sampai doa masuk dan keluar WC pun ada, komplit deh pokoknya.
Saking pentingnya urusan berdoa ini bahkan ketika kita tidak hafal doa apapun cukup membaca basmalah sebelum melakukan sesuatu.
Setiap orang bisa berdoa, anak yang mendoakan orangtuanya, orang tua yang mendoakan anaknya, istri yang mendoakan suaminya, begitu pula sebaliknya atau saudara sesama muslim mendoakan saudaranya.
Karena manusia pada dasarnya lemah
Manusia adalah hamba yang penuh keterbatasan. Ilmunya terbatas, tubuh dan kemampuannya terbatas. Sepandai apapun banyak hal yang tidak dipahaminya, banyak hal yang membatasinya dan banyak hal yang bisa mempengaruhinya.
Karena itu dia perlu senantiasa berdoa agar diberi petunjuk ke jalan yang benar, dijauhkan dari bahaya yang akan menimpa dan diberi takdir yang baik. Termasuk dalam hal rezeki.
Bukan kita yang menentukan rezeki kita sendiri. Kita hanya melakukan ikhtiar, apakah diberi atau tidak rezeki itu tergantung pada Allah. Karena itu perlu usaha dilengkapi dengan doa.
Karena manusia membutuhkan Allah
Terkait dengan kondisi manusia yang terbatas maka dia butuh bantuan dari Zat yang Maha Tidak Terbatas. Manusia adalah mahluk yang lemah dan rentan terhadap kondisi sekitarnya.
Kondisi yang buruk, masalah, problem yang bertumpuk akan mempengaruhi jiwa manusia. Karena itu dia perlu berdoa memohon diberi kemudahan.
Kemudahan menghadapi masalah, kemudahan menyelesaikan problema, kemudahan memperoleh rezeki yang banyak dan berkah dan sebagainya.
Karena Allah akan memperkenankan doa
“Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang aku (jawablah) bahwa aku dekat,. Aku mengabulkan doa orang yang bermohon apabila ia berdoa kepadaKu. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintahKu) dan hendaklah mereka menjadi orang yang beriman kepadaKu agar mereka selalu berada dalam kebenaran (Al Baqarah : 186).”
Di ayat ini terlihat janji Allah bagi setiap hamba-Nya yang menengadahkan tangan memohon padaNya. Allah sangat paham, tahu dan mengerti kebutuhan hambaNya. Maka Dia akan mengabulkan doa hamba sesuai dengan kebutuhannya saat itu bukan sesuai keinginannya.
Karena Allah mengabulkan doa iblis
Iblis yang sudah dijamin masih masuk neraka, saat berdoa memohon agar masih diberi kesempatan menggoda manusia sebelum berakhir di neraka pun dikabulkan Allah.
Iblis memohon dengan berkata pada Allah ” beri tangguhlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan. Allah berfirman sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh. (Al A’raf : 14-15).
Jika iblis saja yang sangat dibenci Allah dikabulkan permohonannya apalagi kita yang masih bisa memperbaiki diri? Berdoalah dan perbaiki ibadah!
Doa Istri Pendukung Suami
Keberhasilan seorang suami tidak lepas dari dukungan dan doa seorang istri. Doa istri berperan untuk melancarkan dan memudahkan suaminya mendapatkan rezeki dari Allah.
Di tangan suamilah rezeki istri dan anaknya di titipkan Allah. Melalui doa istri untuk suaminya, Insya Allah rezekinya akan diberi sejumlah yang dibutuhkan dengan cara yang mudah dan berkah.
Ketika seorang suami melangkahkan kakinya keluar dari rumah untuk mencari rezeki bagi keluarga, istri sebagai partner suami tidak boleh hanya tinggal diam.
Kepergian suami untuk menjalankan kewajibannya sebagai kepala keluarga hendaknya diantar sampai pintu pagar. Mohon restu dan keridhaan suami pada hari itu, cium tangannya sebagai pertanda hormat dan terima kasih atas kesediaannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Sebagaimana sikap Rasulullah, teladan kita. Saat Rasulullah meninggalkan rumah:
“Aisyah berkata, Rasulullah menciumku kemudian beliau pergi ke masjid untuk melakukan shalat tanpa memperbarui wudhunya (H.R.Abdurrazaq, Ibnu Majjah, At Thabrani dan Daraqutni).
Rasulullah berdoa, sebelum meninggalkan rumah: Bismillahi tawakkaltu alallahi laa haula wala quwwata illabillah.
Setelah suami berangkat doakan keselamatannya tiba di tempat tujuan/tempat bekerja. Doakan Dia seperti ini:
“Ya Allah, mudahkanlah dan lancarkanlah rezeki suamiku hari ini, jika rezeki itu jauh dekatkanlah, jika dekat, rapatkanlah, jika masih tergantung di langit, turunkanlah, jika tersembunyi dalam perut bumi, keluarkanlah, jika sedikit, banyakkanlah, jika caranya susah untuk sampai kepada kami maka mudahkanlah.
Sesungguhnya hanya Engkaulah yang Maha Memberi Rezeki, Maha Mengetahui dan Maha Sayang pada hamba-hambaNya.
Hamba akui bahwa hamba belumlah menjadi hamba yang sempurna, anak yang berbakti, istri yang baik, ibu yang amanah pada anak-anaknya, masih berlumuran dosa dan kekurangan tapi selalu Engkaulah tempat kembali hamba.
Tempat kembali untuk menuntun ke jalanMu. Maka tuntunlah kami ke jalanmu, tuntunlah kami menuju rezeki halalmu, tuntunlah hati kami menemukan cahaya-Mu. Lindungilah suamiku dimanapun berada. Amiin.”
Atau bisa menggunakan kata-kata sendiri yang lain. Intinya memohon agar Allah memberikan kemudahan pada suami mencari dan menemukan rezeki serta dilindungi dimanapun dia berada. Wallahu alam. []
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Membangun hubungan rumah tangga adalah hal yang tidak mudah. Meskipun pernikahan adalah fase menuju kehidupan yang lebih bahagia, tetapi dalam prosesnya tidak ada pernikahan yang sempurna.
Setiap pernikahan pasti akan menghadapi segala rintangan dan masalah. Hal tersebut hadir untuk melatih suami dan istri mengatur emosinya masing-masing.
Perdebatan menjadi salah satu dampak dari ketidakmampuan menangani suatu masalah, dan hal ini sering kali terjadi dalam rumah tangga. Seseorang yang dibalut oleh rasa marah, ketika berdebat secara tidak sadar bisa mengucapkan kalimat yang kasar dengan nada yang tinggi.
Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai umatnya yang emosi hingga membentak orang lain, apalagi seorang istri. Seharusnya dalam hubungan rumah tangga, baik suami dan istri harus saling menyayangi dengan mejaga perasaan satu sama lain.
Untuk memahami lebih dalam mengenai masalah ini, berikut Popmama.com telah merangkumnya dalam hukum suami membentak istri menurut Islam.
Mari kita simak pembahasan topik satu ini!
Haram hukumnya apabila tujuan suami membentak untuk kekerasan
Sebagai kepala rumah tangga, suami memiliki kedudukan yang lebih tinggi, lalu hak, dan tanggung jawab atas istrinya. Ia harus bisa membawa keluarganya ke jalan yang diridai oleh Allah SWT.
Namun, hal tersebut tidak berarti bahwa suami boleh semena-mena kepada istri. Salah satunya dengan membentak, perlu dipahami bahwa istri adalah manusia yang tak pernah bisa luput dari kesalahan.
Bagaimana pun di dunia ini tidak ada yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Maka dari itu, suami yang berani membentak istri dengan tujuan untuk menyakiti hatinya, yaitu haram. Allah SWT melarang keras para umatnya berperilaku kasar dan keras kepada sesama, terlebih dengan tujuan yang buruk.
Islam juga menganggap bahwa bentakan dengan niat buruk adalah perbuatan yang zalim. Apabila suami melakukan hal ini pada sang istri, maka dia telah melakukan dosa yang amat besar, dan tubuhnya tidak lagi diharamkan dari api neraka.
Seyogyanya sebagai kepala keluarga, suami harus bisa bersikap bijaksana. Namun apabila tujuan dari bentakannya sebagai peringatan atau bentuk didikan suami kepada istri, hal tersebut diperbolehkan asal seusai pada prinsip syariat Islam.
Suami harus memiliki batasan ketika ingin menyadarkan istrinya, apabila ia berbuat salah. Allah SWT menunjukkan jalan penyelasaian konflik keluarga dalam QS. An-Nisa Ayat 34, yang berbunyi:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri[289] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[290]. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya[291], Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya[292]. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar,” (QS. An-Nisa Ayat 34).
Otoritas suami yang terdapat dalam ayat tersebut, perlu dipahami sebagai bentuk pendidikan, bukan untuk kekerasan. Akan ada kalanya cara membentak diperlukan, apabila sang istri melakukan hal yang sudah di luar batas.
Dalam menerapkan cara tersebut, suami harus memperhatikan hukumnya, agar mengetahui batasan dalam bermuammalah dengan istri. Mendidik istri dengan cara ini tidak dikategorikan sebagai kekerasan dalam rumah tangga.
Islam sangat memuliakan perempuan dan istri dalam rumah tangga
Dalam Islam perempuan adalah sosok yang sangat istimewa, mereka adalah kaum yang begitu tegar dalam menjalani kehidupan. Namun di sisi lain, perempuan juga bisa berubah menjadi sosok yang rentan dan rapuh, apabila ada yang menyakitinya.
Hal ini diterangkan dalam hadis dari HR. At-Tirmidzi yang menyampaikan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku. (HR. At-Tirmidzi).
Tak hanya itu, Ustadz Dr. Syafiq Riza Basamalah, M.A dalam kajiannya menjelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW, selalu memperlakukan istrinya dengan sangat baik.
“Nabi Muhammad SAW ketika ribut dengan istrinya, beliau tidak pernah merendahkan Aisyah. Bahkan, beliau meminta maaf padanya. Untuk itu, kalau nabi seperti itu, maka ketika suami melihat kesalahannya istri, lihatlah ia sebagai perempuan yang banyak kekurangan, maka sempurnakan dirinya,” Jelasnya.
HR. Muslim dari Abdullah bin Amr juga menyebutkan bahwa:
Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang saliha," (HR. Muslim dari Abdullah bin Amr).
Jadi, berdasarkan ajaran agama Islam dan kisah Nabi, sudah banyak bukti nyata bahwasanya perempuan layak untuk dihargai dan dimuliakan. Suami yang baik dan berpandangan luas, tentu tak akan merendahkan istri dengan membentaknya secara umum atau pribadi.
Rumah tangga harus berlandaskan cinta dan kasih
Terciptanya pondasi rumah tangga yang harmonis menjadi dambaan bagi setiap pasangan yang melangsungkan pernikahan. Terbentuknya hubungan cinta dan kasih antar pasangan, menjadikan rumah tangga bahagia, damai, dan sejahtera.
Menurut hukum Islam, keharmonisan rumah tangga memiliki bentuk hubungan yang dipenuhi oleh cinta dan kasih. Dua hal tersebut adalah tali pengikat keharmonisan, keluarga yang bisa menjalani hal ini dalam Islam disebut mawaddah wa rahmah.
Perpaduan cinta suami dan istri akan menjadi landasan utama dalam berkeluarga. Keharmonisan cinta kasih ini harus selalu dijaga dan dipelihara terutama oleh suami saat menghadapi permasalahan.
Membentak bukanlah salah satu cara untuk menyelesaikan masalah dengan benar. Rasa harmonis dalam rumah tangga akan luntur, apabila suami membentak istri dengan landas tujuan yang buruk.
Perlu dipahami bahwa tujuan dari pernikahan sendiri ialah, untuk memperoleh ketenangan jiwa (sakinah), dengan berlandaskan cinta kasih (mawaddah wa rahmah).
Menyakiti hati istri berarti menyakiti anak
Pada dasarnya, perempuan adalah makluk Allah SWT yang kuat, ia mampu berbuat apa saja serta menahan derita apapun demi kebaikan suami dan keluarganya. Namun, jika seorang suami mulai membentak istri, maka runtuhlah kekuatannya.
Tak hanya menyakiti perasaan dan melukai hatinya, tapi suami juga meremukan jiwa dan raganya tanpa disadari. Di dalam Al-quran, tepatnya pada QS. An-Nisa Ayat 19, menjelaskan mengenai hukum suami yang menyakiti istri, sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak," (QS. An-Nisa Ayat 19).
Istri yang mengalami hal ini tentu akan berdampak langsung pada sang anak. Apalagi, jika suami melakukannya di depan buah hati.
Logisnya, apabila istri yang sakit baik pada fisik dan batinnya, ia tidak akan maksimal mengurus rumah tangganya. Istri bisa saja lalai mengurus sang anak, terlebih jika anak menyadari perubahan yang terjadi pada mamanya.
Anak mungkin saja akan membenci sosok papa yang bersikap kasar, dengan membentak sosok yang melahirkannya.
Maka dari itu, seorang suami yang selalu membentak istri, tidak termasuk dalam orang yang berkeyakinan Islam. Namun, mereka adala orang yang masih menganut sisa dari keyakinan jahiliyah dan pembodohan dalam pikiranya.
Bertentangan dengan pesan Rasullah SAW
Sebagai umat Muslim, kita dianjurkan untuk mengikuti teladan Rasulullah SAW dalam memperlakukan istrinya. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah SAW pernah bersabda:
Sebaik-baik kalian, (adalah) yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku," (HR.Tirmidzi).
Nabi Muhammad SAW juga melarang pasangan untuk saling membenci, karena hal tesebut masuk dalam salah satu karakter yang buruk. Apabila istri memiliki sifat yang tak baik, maka ia mungkin memiliki banyak sifat lain yang baik sebagai alasannya.
Hadis ini juga memerintahkan suami untuk berperilaku sabar atas kerasnya sifat istri, ataupun sebaliknya.
Suami berfungsi sebagai qowwam dalam rumah tangga
Dasar dari suami membentak istri sama halnya dengan menghina pasangan hidupnya. Berdasarkan ceramah dari Ustadzah Umi Makki, dalam kajiannya ia menjelaskan perihal hukum suami yang menghina istri.
Ia menyebutkan bahwa salah satu fungsi suami adalah Ar-rijālu qawwāmụna 'alan-nisā seperti penggalan dalam surat An-nisa ayat 34, yang artinya "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan."
Fungsi suami dalam rumah tangga, salah satunya menanggung semua beban yang ada pada pundak istrinya.
"Ketika melihat istrinya merasa tertekan jadilah penenang hati penyejuk jiwa. Ketika melihat istrinya tidak percaya diri, angkatlah derajatnya," jelas ustadzah Umi Makki.
Maka dari itu, tidak ada celah sedikitpun bagi suami membentak istri untuk menyakiti hatinya. Terlebih, apabila dalam bentakan tersebut, suami juga mengeluarkan kaat-kata hinaan, maka ia sudah menghilangkan fungsi dirinya sebagai laki-laki dan suami.
Doa seorang istri sangat mustajab
Selain doa orangtua pada anak dan sebaliknya, salah satu doa yang mustajabah adalah doa seorang istri untuk suaminya. Mengetahui hal tersebut, janganlah coba-coba menyakiti fisik maupun batin istrimu apabila suami ingin didoakan yang terbaik.
Bahkan, istri juga ikut andil dalam mempercepat kesuksesan, kebahagiaan, dan rezeki yang melimpah bagia suami melalui doa yang dipanjatkan.
Jasa istri tidak bisa terhitung dengan apapun
Istri memiliki peran yang sangat besar dalam keberlangsungan hidup rumah tangga. Meskipun terkadang hal ini sering dianggap sepele, seluruh kerja keras serta pengorbanan istri tak bisa dinilai dengan apapun itu.
Mulai dari mengandung, melahirkan, menyusui, hingga merawat buah hati hingga dewasa merupakan tanggung jawab seorang istri. Di tengah kewajibannya tersebut, istri juga harus mengurus segala kebutuhan suami, dan menjadikan rumah sebagai tempat yang nyaman untuk keluarga.
Perasaan perempuan yang sangat lembut dan penuh kasih sayang, pasti akan terasa pedih apabila diperlakukan kasar oleh suaminya. Hal yang mungkin saja terjadi jika suami sering membentak istri yaitu, berubahnya sikap menjadi dendam, penuh benci, dan hilang perasaan cinta yang tulus.
Maka, janganlah sesekali berlaku kasar terhadap istri, dan pikirkanlah berulang kali ketika berbicara apabila suami tidak ingin mendapatkan risiko itu semua.